Menyoal Krisis Ekologi

krisis ekologi

Modernis.co, Malang – Ekologi merupakan cabang ilmu yang mendasar dan berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Awal mulanya diusulkan oleh biologiwan asal Jerman Ernest Haeckel pada tahun 1869, lalu mulai berkembang pesat hingga saat ini apalagi didasari keadaan dunia yang mulai memperhatikan lingkungan. Berakar dari penerapan ekologi maka muncullah lingkungan hidup manusia atau biasa disebut dengan lingkungan hidup.

Lingkungan sendiri merupakan penelaahan dari sikap dan perilaku manusia dengan penuh tanggung jawab dan kewajiban dalam mengelola lingkungan hidup. Sikap ini sangat diperlukan guna kelangsungan kehidupan secara keseluruhan serta kesejahteraan bukan hanya manusia namun makhluk hidup lainnya.

Dalam kajian ekologi manusia dikenal dengan hubungan dengan alam atau dalam teori disebut dengan antroposentris, yaitu semua yang berada di alam adalah untuk manusia. Hubungan manusia dengan alam memang saling berkaitan, dari alamlah manusia akan mendapatkan penghidupan tanpa adanya alam manusia akan terancam punah. Dari situlah muncul tindakan manusia yang seringkali merusak alam demi kepentingan sendiri maupun kelompoknya.

Krisis ekologi merupakan kegiatan atau suatu keadaan ketidakseimbangan ekologi. Ketidakseimbangan ini memiliki pengaruh terhadap makhluk hidup karena berkaitan dengan lingkungan tempat makhluk hidup tinggal. Belakangan ini sering bermunculan isu-isu tentang krisis ekologi yang nampaknya muncul di berbagai pemberitaan di media massa.

Berbagai pemberitaan tampaknya perlu kita renungkan kembali dari kegiatan yang kita lakukan. Krisis ekologi menjadi perbincangan hangat di tengah kasus lainnya. Permasalahan ini bukan menjadi permasalahan yang baru namun sudah ada sejak dulu. Di tengah masyarakat industrial dan konsumtif seolah menjadi dampak yang signifikan dari hal tersebut.

Krisis ekologi mulai digaungkan pada tahun 1960-an di mana sebagian besar orang mulai menyadari adanya dampak yang dihasilkan industri yang berdampak pada krisis lingkungan. Pada puncaknya pada tahun 1970-an suatu etika lingkungan menjadi disiplin ilmu tersendiri sebagai tanggapan atas situasi yang ada pada tahun 1960-an.

Berdasarkan kemajuan teknologi yang semakin pesat maka kegiatan produksi pun tidak lepas dari penggunaan teknologi. Maka kegiatan ekonomi yang seharusnya mementingkan lingkungan justru memberikan dampak yang negatif, seperti kegiatan eksploitasi. Kasus eksploitasi alam yang dilakukan sangat berpengaruh bagi kelangsungan hidup lingkungan. Jika hal ini terus dilakukan, maka kehidupan manusia akan terancam punah.

Sebab pada dasarnya hidup manusia tidak dapat terlepas dari alam. Alam merupakan salah satu sumber kebutuhan bagi manusia, khususnya di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya kegiatan manusia yang berhubungan dengan alam. Indonesia memiliki banyak kekayaan alam, yaitu : tumbuhan, gas, minyak, dll. Sehingga sampai saat ini masih sering dilakukan eksploitasi.

Perlu diakui bahwa krisis lingkungan memang dimulai dari kegiatan ekonomi yang tidak lagi mementingkan bagaimana dampak yang dihasilkan dari kegiatan produksi tersebut, sering sekali krisis ekologi dikorelasikan dengan peranan industri besar. Dampak yang dihasilkan dari industri sangat besar, kadang kala susah untuk diatasi.

Dampak dari segala kegiatan industri menjadi masalah yang berdampak secara langsung maupun tidak langsung dari pembuangan hasil produknya. Contoh yang sering kita temui adalah bagaimana pencemaran lingkungan dihasilkan oleh industri besar yang membuang hasil limbahnya langsung ke lingkungan tanpa memikirkan dampaknya.

Hal ini yang membuat tampak dari permasalahan utama, namun yang menjadi pertanyaan kali ini adalah apakah peran industri besar menjadi satu-satunya sumber utama permasalahan ini? Perlu diketahui bahwa industri juga tidak terlepas dari permintaan bagi konsumen, ya kita sebagai konsumen yang secara tidak langsung menuntut para industri guna memenuhi kebutuhan hidup kita sehari-hari.

Konsumerisme kian hari menjadikan fenomena akbar dikalangan masyarakat masa kini, apalagi telah masuk di kalangan masyarakat indonesia perilaku ini telah menjadikan trend atau gaya hidup masa kini, karena “keindahan” yang disuguhkan mampu mengubah perspektif manusia menjadi mengkonsumsi secara berlebihan. Fenomena ini muncul dikalangan masyarakat abad dua puluhan, Konsumerisme kian merangsek dan mengubah kiblat konsep manusia perihal kebutuhan hidup.

Ia seakan tampil dalam kekuatan penuh yang menghadirkan kegelisahan dan kecemasan pada mereka yang ingin bertahan dalam kesejatian. Lebih jauh lagi dalam persoalannya manusia kerap dihadapkan pada persoalan. Persoalan tersebut adalah bergesernya orientasi akan kebutuhan menjadi untuk memenuhi keinginan, apalagi didukung dengan era globalisasi saat ini, pola baru muncul yaitu keinginan tadi berubah menjadi semacam  kebutuhan yang harus dipenuhi.

Lantas konsumerisme seakan menggerus nilai-nilai manusia dan seakan menambah derita sisi humanitas, kesadaran manusia akan hakikat sebagai makhluk ekologis kian luntur, dan efek yang akan ditimbulkan lebih jauh bisa saja membentuk manusia yang kehilangan nilai. Berdasarkan fenomena ini gaya hidup manusia yang mewah seolah tak terbendung lagi.

Aktivitas penambangan juga sering dilakukan guna memenuhi kebutuhan gaya hidup mewah tersebut. Karena pada dasarnya barang-barang mewah diperoleh dari aktivitas penambangan. Selain itu keinginan untuk membeli barang juga menjadi permasalahan, dampak yang dihasilkan adalah sampah yang semakin menumpuk.

Menurut data dari KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutan) mencatat bahwa komposisi sampah yang mendominasi khususnya di Indonesia peringkat pertama adalah sampah hasil dari rumah tangga dengan mencapai angka 60%, selanjutnya disusul dengan sampah plastik mencapai angka 14%. Jika dilihat dari data tersebut sangatlah membuat miris karena sampah tersebut sangat sulit diurai dalam tanah dan dapat bertahan lama.

Sehingga akan mengakibatkan kerusakan lingkungan. Apalagi jika kita melihat fenomena sekarang ini banyak dari makhluk hidup lain mulai terancam habitatnya akibat pencemaran sampah plastik ini, jika menurut data sampah plastik sendiri mampu bertahan hingga ratusan tahun. Maka dari pernyataan diatas muncullah pertanyaan “sampai kapan kita melakukan hal ini?

Apakah kita akan merusak alam yang telah memberikan banyak dari kehidupan kita?” nampaknya kesadaran ini wajib dimunculkan bagi setiap individu guna memperbaiki masa hidup di masa datang. Pasalnya dengan gaya hidup seperti konsumerisme memiliki dampak yang signifikan bagi kerusakan alam dan kehidupan manusia terancam punah. Alangkah baiknya jika kita memanfaatkan alam ini dengan bijak dan terus menjaganya.

Satu langkah kecil yang kita lakukan akan berdampak besar di kemudian hari. Alam sebagai rumah kita dengan penuh kasih sayangnya memberikan semuanya kepada kita, akankah kita mengkhianatinya dengan merusaknya. Untuk menutup penulisan ini saya memberikan kata-kata sebagai berikut “alam adalah ibu kita tempat untuk tinggal, hidup, dan berkembang. Lantas sejahat itukah kita membuat ia menangis bahkan menghancurkannya”

Oleh: Haddad Setyo NP & Oki Riskiyah MR (IMM Komisariat Fastcho Cabang Malang Raya)

Redaksi
Redaksi

Mari narasikan pikiran-pikiran anda via website kami!

Leave a Comment